Pada sebuah usaha peran seorang karyawan sangat penting sebagai salah satu barometer menentukan kesuksesan bisnis usaha tersebut. Sebagai timbal balik, karyawan umumnya diberikan sejumlah Reward ataupun bentuk pendapatan dari gaji, tunjangan, serta fasilitas kesejahteraan lainnya. Namun, yang perlu mendapatkan perhatian dan tidak kalah penting ialah segala aspek perpajakannya. Pajak atas penghasilan karyawan pun beragam, Salah satunya adalah Pajak Penghasilan Pasal 21 atau sering disebut Pph 21.
Apa itu PPh 21?
PPh 21 merupakan pajak pemotongan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh seorang Wajib Pajak Orang Pribado (WPOP) dalam negeri berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukannya. Pembayar PPh atau subjek pajak disebut juga sebagai Wajib Pajak, dan hal yang dibayarkan pajaknya disebut sebagai Objek Pajak.
Objek Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh 21 pada umumnya berkaitan dengan pajak yang dipotong pada sistem penggajian suatu perusahaan. Namun PPh 21 sebenarnya juga digunakan untuk berbagai jenis penghasilan lainnya, contohnya:
- Penghasilan bagi Penerima Pensiun secara teratur, dapat berupa uang pensiun atau penghasilan serupa
- Penghasilan bagi Pegawai Tetap, baik berupa penghasilan yang teratur maupun tidak teratur
- Penghasilan bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, dapat berupa upah satuan, upah borongan upah harian, upah mingguan, atau upah bulanan
- Penghasilan bagi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pensiun yang diterima secara sekaligus, dapat berupa uang pesangon, tunjangan/jaminan hari tua, uang manfaat pensiun, serta pembayaran lain sejenisnya
- Penghasilan bagi Bukan Pegawai, dapat berupa honorarium, upah, komisi dan imbahan serupa
- Imbalan kepada peserta kegiatan, dapat berupa uang saku, uang rapat, honorarium, hadiah, uang representasi, atau penghargaan sejenis dengan nama dan dalam bentuk lainnya.
Tarif Progresif Pph 21
Menurut Pasal 17 ayat 1, perhitungan tarif pajak penghasilan pribadi menggunakan tarif progresif, dimana persentase pengenaan PPh 21 WPOP dikategorikan berdasarkan jumlah penghasilan tahunannya. Adapun kategori tarif pajak yang dimaksud adalah sebagai berikut:
- Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan hingga Rp 50.000.000,- adalah 5%
- Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan Rp 50.000.000, – Rp 250.000.000,- adalah 15%.
- Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan Rp 250.000.000,- Rp 500.000.000,- adalah 25%.
- Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500.000.000, – adalah 30%.
- Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tarif 20% lebih tinggi dari tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang memiliki NPWP. Sehingga total PPh 21 yang dipotong adalah sebesar 120% dari jumlah yang seharusnya dipotong.
Perubahan Tarif Progresif PPh 21
Melalui RRU HPP ( Rancangan Undang- Udang Harmonisasi Peraturan Pajak) yang telah disetujui pada sidang paripurna DPR pada tangal 7 Oktober 2012 pemerintah telah melakukan perubahan ketentuan perpajakan.
Terdapat perubahan ketentuan pajak dan salah satunya adalah tarif pajak orang pribadi baru. Tarif pajak orang pribadi baru memperbaharui ketentuan sebelumnya yang diatur pada pasal 17 UU PPh Undang- Undang Pajak Penghasilan.
Perubahan ini tentu berdampak pada perubahan perhitungan PPh 21 Karyawan perusahaan.
- Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan Rp 0 sampai Rp 60.000.000 dikenakan tarif sebesar 5%
- Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan Rp 60.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 dikenakan tarif sebesar 15%.
- Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000 dikenakan tarif sebesar 25%.
- Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500.000.000 sampai dengan Rp 5.000.000.000 dikenakan tarif sebesar 30%
- Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 5.000.000.000 dikenakan tarif sebesar 35%
Berdasarkan perubahan tersebut tarif PPh 21 UU HPP, Pemerintah menambahkan 1 lapisan menjadi 5 lapisan, yang sebelumnya pada UU PPh hanya terdapat 4 lapisan saja. Yakni lapisan ke-5 dengan tarif 35% dengan Penghasilan Kena Pajak dalam setahun di atas 5 Milyar rupiah.
Kemudian pada lapisan ke -1 Pemerintah memperbesar Penghasilan Kena Pajak dalam setahun dari Rp.0 sampai Rp.50 juta Menjadi dari Rp.0 sampai dengan Rp.60 juta.
Landasan Hukum PPh 21
Adapun landasan hukum atas PPh 21 yang dibahas di depan mengacu pada beragam peraturan yang mengatur ketentuan-ketentuan pemotongan PPh 21, sebagai berikut:
- Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
- Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 hingga Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
- Peraturan Menteri Keuangan No. 16/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus
- Peraturan Pemerintah No. 68/2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus.
- Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
- Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
- Peraturan Menteri Keuangan No. 102/PMK.010/2016 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Menimbang Pajak Penghasilan.
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Perubahan Tarif PPh 21 Progresif Berdasarkan UU HPP Terbaru Tahun Ini. Bagi yang belum tahu, pemerintah telah menetapkan tarif PPh 21 terbaru wajib pajak orang pribadi dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan atau UU HPP No 7 Tahun 2021. UU HPP ini telah berlaku per Januari 2022.